WASHINGTON, KOMPAS.com — Amerika Serikat bersiap menarik semua jet tempurnya dari operasi zona larangan terbang di Libya. AS juga berharap aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara dan negara lainnya dapat mengurangi serangan. Misi tempur AS dijadwalkan akan berakhir pada Sabtu ini.
Sikap AS itu diumumkan Menteri Pertahanan Robert Gates dan Kepala Staf Gabungan Laksamana Mike Mullen, Kamis (31/3) di Washington, atau Jumat WIB. Pengumuman itu malah menimbulkan reaksi tidak percaya sejumlah anggota Kongres.
AP merilis, anggota Kongres AS bertanya-tanya mengapa pemerintahan Barack Obama memilih mengundurkan diri dari elemen kunci strategi militer di Libya itu. Mereka berpendapat, operasi koalisi Barat—yang kini diambil alih Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO)—mulai membuahkan hasil.
”Aneh”, ”mengganggu”, dan ”mengerikan”, begitu kata-kata kritis yang dilontarkan para senator. Mereka mendesak Gates dan Mullen memberikan penjelasan.
Misi AS mulai meninggalkan Libya, Sabtu ini. Gates mengatakan, Inggris, Perancis, dan anggota NATO lainnya dapat mengambil alih operasi itu menurut cara mereka. AS hanya mendukung dari belakang.
Pekan lalu Obama mengatakan tidak ingin terlibat terlalu jauh dalam operasi di Libya. AS tidak ingin kasus Irak dan Afganistan terulang di Libya. Jika kekuatan udara Moammar Khadafy sudah dilumpuhkan, AS akan surut.
Resolusi politik
Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle yang sedang berada di Beijing, China, hari Jumat mengatakan, krisis Libya tidak bisa diselesaikan melalui aksi militer. ”Semua pihak harus mulai melakukan resolusi politik,” kata Westerwelle.
Jerman dan China sejak awal mendukung penegakan zona larangan terbang di atas Libya. Meski demikian, sama seperti Rusia, mereka tidak setuju intervensi militer terhadap Libya, melainkan hanya melalui pendekatan diplomatik.
”Situasi Libya tidak dapat diselesaikan dengan cara militer. Hanya bisa melalui resolusi politik dan kita harus mewujudkan berjalannya proses itu,” kata Westerwelle dalam lawatan empat hari di China.