Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meneropong Ekonomi Jepang Pascatsunami

Kompas.com - 22/03/2011, 13:34 WIB

TOKYO, KOMPAS.com - Meski situasi di Jepang masih kritis karena isu meluasnya radiasi dari reaktor nuklir Fukushima, upaya menghitung kerugian ekonomi mulai dilakukan oleh banyak pihak. Dalam beberapa hari ini, kami sempat berdiskusi dengan para analis di Tokyo untuk membahas dampak bencana terhadap ekonomi Jepang.

Demikian laporan Junanto Herdiawan, warga Indonesia di Tokyo, Jepang, kepada Kompasiana. Menurut karyawan Bank Indonesia ini, hal ini menjadi penting, karena Jepang adalah mitra dagang terbesar Indonesia dengan pangsa 17% dan perdagangan senilai 25 miliar dollar AS. Oleh karenanya, apa yang terjadi di Jepang pada gilirannya akan berdampak pada ekonomi Indonesia.

Berikut laporan lengkapnya....

Memang terlalu dini untuk menghitung secara lengkap data ekonomi dari bencana kali ini. Namun kita perlu membedakan dua krisis yang menimpa Jepang, yaitu bencana gempa-tsunami dan krisis reaktor nuklir Fukushima. Gempa dan tsunami memang menghancurkan Jepang. Namun, dari sisi ekonomi, upaya rekonstruksi atau pembangunan kembali akan mendorong lagi aktivitas perekonomian Jepang.

Di sisi lain, krisis reaktor nuklir Fukushima kemungkinan dapat menjadi masalah bagi ekonomi Jepang apabila dampaknya meluas. Keterbatasan pasokan listrik akibat berhentinya reaktor nuklir Fukushima dapat menggangu keberlangsungan industri Jepang. Selain itu, masalah radiasi yang dikabarkan mulai menyebar ke produk makanan dan air minum di Jepang, dapat mengakibatkan gangguan pada perekonomian Jepang apabila tidak segera diatasi.

Sebelum terkena tsunami, ekonomi Jepang telah menyimpan masalah serius. Mereka menderita penyakit 3D, yaitu Depression, Deflation, dan Demographic. Ekonominya mengalami Depresi dan terjebak dalam Deflasi yang berkepanjangan, sementara populasinya menua (Demografi). Saat terkena tsunami, mereka mendapat derita dua tambahan “D” lagi, yaitu Disaster dan Destruction. Gabungan 5D tersebut membawa masalah besar yang berujung pada penyakit persisten ke 6 yang selama ini menggayuti ekonomi Jepang, yaitu DEBT (Utang). Lengkaplah Jepang menderita penyakit 6D.

Dengan berbagai masalah tersebut, bagaimana Jepang dapat bangkit dari krisis? Apabila dilihat dari sisi ekonomi, banyak yang membandingkan bencana gempa tsunami kali ini dengan gempa di Kobe tahun 1995. Saat itu Jepang begitu cepat pulih dan dampak bencananya tidak besar.

Kalau dilihat gempa kali ini, sumbangan wilayah Miyagi yang terkena gempa, terhadap PDB Jepang, jauh lebih kecil dibandingkan Kobe. Miyagi Prefektur “hanya” menyumbang 1.7% dari total PDB Jepang. Angka ini lebih kecil dibandingkan Kobe dengan sumbangan sebesar 2% dari total PDB. Kobe juga merupakan wilayah industri yang memiliki pelabuhan besar dunia, dengan sumbangan 4% dari PDB Jepang. Dengan indikator tersebut, beberapa pengamat memperkirakan gempa kali ini berdampak lebih sedikit pada pertumbuhan ekonomi Jepang dibanding Kobe.

13007640741177642759

Perbandingan Dampak Bencana di beberapa negara / sumber rge analysis

Namun satu hal yang kita tidak boleh lupa adalah bahwa gempa kali ini memiliki eksposur dan skala yang lebih besar dari Kobe. Selain itu, yang lebih parah lagi adalah, saat Gempa Kobe tidak terjadi masalah dengan pasokan listrik di Jepang. Krisis nuklir di Fukushima yang terjadi setelah gempa 2011 ini, telah mengakibatkan Jepang mengalami krisis listrik. Sebagai informasi, reaktor nuklir Fukushima 1 dan 2 menyumbang sekitar 24% tenaga listrik bagi Jepang. Akibat ditutupnya reaktor tersebut, Jepang mengalami krisis energi listrik.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com