Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Penolakan Negara pada Pluralisme

Kompas.com - 11/01/2011, 07:23 WIB

KOMPAS.com Pemisahan Sudan selatan dari Sudan utara menjadi pelajaran berharga, baik bagi Sudan sendiri maupun dunia Arab. Jangan gegabah menyalahkan orang lain. Masih ada pihak di dunia Arab yang menuduh perpecahan Sudan adalah akibat konspirasi asing.

Ada atau tidaknya peran asing, persoalan inti tetap berasal dari dalam negeri Sudan. Pemerintahan diktator, pengabaian prinsip pluralisme, sikap tidak mau mengakui prinsip kewarganegaraan yang mengutamakan kesetaraan, dan pemaksaan kebijakan untuk kepentingan kelompok tertentu tanpa memedulikan kelompok lain adalah faktor yang membuat Sudan di ambang perpecahan.

Berbicara soal perpecahan Sudan tak lepas dari kesalahan fatal Presiden Sudan Jaafar Nimeiri (1969-1985). Pada tahun 1983, Nimeiri tiba-tiba mencampakkan kesepakatan di Addis Ababa, Etiopia, tahun 1972 yang memberikan otonomi luas atas wilayah Sudan selatan.

Kesepakatan Addis Ababa berhasil mengakhiri perang saudara pertama di Sudan antara pemerintah pusat dan kelompok pemberontak selatan, Anyanya, periode 1955-1972.

Arabisasi

Pada sebuah forum Kongres Uni Sosialis Sudan tahun 1983 (partai yang berkuasa di Sudan saat itu), Nimeiri, secara mengejutkan, menegaskan akan menerapkan hukum syariah di seluruh Sudan dan akan melakukan gerakan Islamisasi serta arabisasi di seluruh aspek kehidupan negara itu.

Seorang delegasi wanita dari Sudan selatan pada forum itu langsung berdiri dan bertanya kepada Nimeiri. ”Bagaimana warga seperti saya, bukan Arab dan bukan Muslimah, jika Anda bersikeras menerapkan gerakan itu di Sudan?”

Pada September 1983, Nimeiri mendeklarasikan secara resmi penerapan hukum syariah di seluruh Sudan. Rakyat Sudan selatan langsung menolak kebijakan Nimeiri. Pimpinan Sudan selatan juga mengungkit perlakuan tidak adil yang dialami Sudan selatan di bidang ekonomi, sosial, dan politik.

Pada saat itu pula dideklarasikan pendirian Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM) dengan sayap militer SPLA yang dipimpin John Garang. Berdirinya SPLM itu memicu lagi perang saudara Sudan mulai tahun 1983 hingga penandatanganan kesepakatan damai Nifasha, Kenya, tahun 2005.

Ketika Jenderal Omar Hassan al-Bashir mengambil alih kekuasaan di Sudan pada 30 Juni 1989 melalui kudeta militer, hubungan pemerintah pusat dan Sudan selatan tetap buruk. Bashir beraliansi dengan pemimpin Gerakan Islam Sudan, Hassan Turabi. (MTH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com