Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kematian Massal Jadi Fenomena Global

Kompas.com - 07/01/2011, 14:13 WIB

FLORIDA, KOMPAS.com - Semakin banyak binatang yang ditemukan mati saat kematian misterius burung dan ikan secara massal telah berubah menjadi fenomena global.

Dua kejadian terpisah paling akhir adalah kematian ribuan ikan di sebuah sungai di Florida dan 200 unggas di Texas, Amerika Serikat. Ribuan ikan ditemukan mati membusuk dan mengambang di Spruce Creek, Florida, setelah periode cuaca dingin. Ikan belanak, ladyfish dan catfish (sejenis lele) berserakan di tikungan di sepanjang sungai.

Selain itu, 200 unggas juga ditemukan mati di sebuah jembatan di jalan raya yang melintasi Danau O 'Pines di Big Cypress Creek, Texas. Para ahli percaya, burung-burung itu telah ditabrak kendaraan yang melintas atau tampaknya berusaha untuk bertengger di atas jembatan.

Sementara itu, dari Swedia dilaporkan, para ahli telah melakukan tes terhadap sekitar 50 burung gagak yang ditemukan mati di sebuah jalan di Falkoping, Swedia, yang tampaknya mengalami nasib yang sama seperti ribuan sepupu mereka yang jatuh dari langit dalam insiden terpisah di Amerika Serikat. Para ahli Swedia mengatakan, kejutan akibat kembang api yang ditembakkan di kota terdekat, di tenggara negara itu, dan kesulitan mencari makanan mungkin telah menyebabkan kematian burung-burung gagak itu.

Para ilmuwan juga telah dibuat bingung oleh sedikitnya 100 ton sarden, croaker dan catfish yang mati di sepanjang pantai Brasil, dekat Paranagua. Ribuan nelayan Brasil kini berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka setelah penjualan makanan laut dihentikan sementara saat jutaan ikan itu ditemukan mati di Paranagua, Antonina dan Guaraqueçaba Pontal do Paraná.

Para ahli telah berspekulasi bahwa cuaca dingin atau kebocoran bahan kimia mungkin saja berada di balik kematian itu. Edmir Manoel Ferreira, Presiden Federasi Nelayan dari Parana, mengatakan, kematian ikan itu telah ditemukan sejak Kamis pekan lalu. "Pada hari Kamis kami mulai menemukan banyak ikan mati. Satu komunitas harus mengubur 15 ton ikan. Kami mengalami situasi yang sangat menyedihkan di pantai itu." Contoh ikan-ikan yang mati itu telah dikirim ke Pusat Studi Kelautan di Universidade Federal do Parana.

Sementara dari Selandia Baru, ada laporan, Kamis, bahwa telah terjadi lebih banyak kematian ikan, dan di Inggris, bangkai 40.000 ekor kepiting setan (devil crabs) berserakan di pantai Kent. Cuaca dingin di Inggris juga telah disalahkan sebagai sebab kematian 40.000 kepiting Velvet - juga dikenal sebagai kepetigin 'setan', yang ditemukan mengotori pantai di Thanet. Tahun lalu, Badan Lingkungan Hidup melakukan sebuah penyelidikan atas sejumlah kasus kematian yang tidak dapat dijelaskan di tengah kekhawatiran bahwa virus misterius mungkin sebagai penyebab. Namun kemudian disimpulkan, kematian kepiting itu terkait dengan cuaca dingin.

Di Kentucky, Gilbertsville, ratusan burung jalak dan robin ditemukan mati, dan sekitar dua juta ekor ikan mati terdampar di Chesapeake Bay, Maryland. Ikan-ikan itu merupakan kelompok terbaru dalam serangkaian kejadian kematian binatang yang dikatakan sebabkan oleh kembang api dalam perayaan Tahun Baru, badai, cuaca dingin, parasit, bahkan keracunan. Di internet bahkan berkembang teori konspirasi bahwa eksperimen rahasia pemerintah berada di balik fenomena kematian itu, atau hal itu telah menjadi tanda Armageddon menjelang berakhir kalender Maya tahun depan. Tes sedang dilakukan pada hewan-hewan yang mati itu tetapi hasilnya belum diperoleh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com