Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Sektarian Menjadi Pemicu

Kompas.com - 05/01/2011, 07:39 WIB

KHARTOUM, KOMPAS.com - Hampir empat juta warga bagian selatan Sudan akan mengikuti referendum pada 9 Januari ini. Momen itu digunakan untuk memilih apakah mereka tetap bersatu atau ingin berpisah menjadi negara otonom. Kekerasan sektarian telah memicu persatuan retak.

Pejabat tinggi penyelenggara referendum, Senin (3/1), menjelaskan, referendum ini adalah momentum bersejarah hasil perjanjian damai tahun 2005. Perjanjian itu mengakhiri perang sipil yang telah menewaskan sedikitnya dua juta warga Sudan.

Chan Reek Madut, anggota komisi referendum itu, mengatakan komisi sudah ”siap 100 persen” menggelar referendum dan pasti akan dilaksanakan tepat waktu, dijamin akan berjalan lancar, jujur, adil, dan terbuka. Ia menepis pesimisme pengamat yang meragukan kesiapan infrastruktur Sudan selatan yang miskin dan bahwa isu-isu politik mungkin akan menghalangi referendum.

Madut juga mengatakan, distribusi surat suara dan pelatihan petugas pengawas di setiap tempat pemungutan suara hampir selesai. Namun, akses ke beberapa wilayah di selatan, salah satu tempat paling tertinggal di dunia, memang masih menjadi masalah. Meski demikian, hal itu akan terus diupayakan untuk diatasi.

”Petugas kami siap untuk berjalan kaki selama enam jam, atau delapan jam, untuk mencapai pusat-pusat TPS,” katanya.

Kendala utama yang masih dihadapi komisi adalah kekurangan dana. Madut mengatakan ”tidak (ada dana) dari Khartoum”. Menurut hukum referendum, pemerintah pusat Sudan di Khartoum seharusnya membiayai pemungutan suara itu di samping bantuan internasional.

Madut mengatakan, dia berharap masalah pendanaan itu dapat diselesaikan selama kunjungan Presiden Sudan Omar al-Bashir ke Juba, kota terbesar di selatan, hari Selasa (4/1). Bashir ke selatan bertemu dengan tokoh berpengaruh, mitranya di selatan, yakni Salva Kiir.

Bashir sudah tiba di Juba hari Selasa. Dalam pertemuan dengan sejumlah tokoh penting di wilayah itu ia mengatakan akan menyambut baik dan membantu jika hasil referendum menentukan selatan ingin berpisah menjadi negara mandiri.

”Memaksakan persatuan dan kesatuan (utara dan selatan) mungkin malah membuat negara kacau,” kata Bashir. ”Kami memang menginginkan persatuan antara utara dan selatan, tetapi ini tidak berarti menentang keinginan warga selatan.”

Beberapa hari lalu, Bashir mengatakan akan memberlakukan syariat Islam di utara jika selatan memisahkan dirinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com