Paris, Senin
Demikian laporan EarthRights International, lembaga pengawas hak asasi manusia yang berbasis di Paris, Perancis, Senin (5/7). Disebutkan, jalur pipa gas Yadan milik Myanmar yang dijalankan dua perusahaan besar itu bersama perusahaan Thailand, PTTEP, mendatangkan miliaran dollar AS bagi junta.
Chevron, Total, dan PTTEP, menurut lembaga itu, telah menghasilkan 9 miliar dollar AS dari jalur pipa gas Yadan sejak tahun 1989. Lebih dari setengah penghasilan itu langsung lari kepada junta Myanmar.
”Perusahaan-perusahaan itu membiayai ancaman nuklir terbaru dunia dengan pembayaran miliaran dollar AS. Dana itu telah membuat junta militer Myanmar mampu memelihara kekuasaan dan mengejar program senjata nuklir yang mahal dan ilegal,” sebut EarthRights.
Beberapa waktu lalu, AS menyuarakan keprihatinan tentang kerja sama Myanmar dengan Korea Utara. Pernyataan itu muncul setelah kelompok Suara Demokratik Burma yang berbasis di Norwegia menyatakan bahwa junta berusaha membuat bom atom. Myanmar membantah dan menyebut tudingan itu tidak berdasar.
EarthRights International menyatakan, penyelidikannya menunjukkan bahwa penerimaan gas itu telah disalurkan ke rekening-rekening bank di luar negeri. Diduga dana itu dimaksudkan untuk membeli senjata dan teknologi nuklir.
Lembaga tersebut mendesak agar raksasa-raksasa energi itu membeberkan detail pembayaran mereka kepada junta militer Myanmar. ”Ini saatnya bagi komunitas internasional untuk fokus pada pusat saraf jenderal-jenderal Myanmar, yaitu penerimaan gasnya,” demikian EarthRights.
EarthRights International juga menuding tindakan pelanggaran hak asasi manusia oleh perusahaan-perusahaan energi itu, seperti pembunuhan yang ditargetkan dan kerja paksa di jaringan pipa gas.
Mengutip kesaksian dari penduduk dan pengungsi di Myanmar, EarthRights menuding perusahaan-perusahaan energi itu terlibat dalam pembunuhan dua warga etnis Mon dan dalam kerja paksa yang masih berlangsung. Kekerasan itu, menurut EarthRights, dilakukan oleh tentara Angkatan Bersenjata Myanmar yang menjaga keamanan bagi perusahaan dan jalur pipa gas pada tahun lalu.
Laporan EarthRights juga memasukkan respons dari Chevron dan Total yang menyebutkan bahwa mereka mendukung transparansi, tetapi dilarang memublikasikan detail tertentu.
”Chevron menghormati hak asasi manusia dalam masyarakat dan negara di mana kami beroperasi. Anak perusahaan Chevron di Myanmar melakukan bisnisnya konsisten dengan hukum dan peraturan AS,” sebut pernyataan Chevron.
Dari Total, EarthRights mengutip pernyataan perusahaan itu yang mendukung transparansi dan hak asasi manusia, tetapi juga terikat penghormatan terhadap Myanmar terkait pembayaran yang harus dijaga kerahasiaannya.