Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ataturk, Mahatma Gandhi, dan Gus Dur

Kompas.com - 06/01/2010, 07:40 WIB

KOMPAS.com — Ghazi Musthapa Kemal Atatürk. Begitu tokoh nasionalis dan pemimpin Turki yang hidup pada tahun 1881-1938 itu dikenal. Dia memainkan peran penting dalam menggusur Kekhalifahan Utsmaniyah dan kemudian mendirikan Turki modern. Namanya, Atatürk, sudah menunjukkan artinya, ”Bapak Bangsa Turki”. Ia seorang jenderal yang sangat kondang.

Salah satu warisan Atatürk adalah prinsip ”negara sekuler”. Prinsip ini dikenalkannya ketika ia membentuk Republik Turki yang sekuler dan pro-Barat pada tahun 1923, setelah runtuhnya Kekhalifahan Utsmaniyah (Ottoman). Prinsip dasar ”negara sekuler” adalah pemisahan antara agama dan negara.

Agama diakui, tapi harus dipisahkan dari negara agar tidak dimanipulasi untuk kepentingan politik. Demikian sebaliknya, untuk menghindarkan terjadinya manipulasi politik untuk kepentingan agama.

Yang lebih mendapat tekanan dalam prinsip ”negara sekuler” ini adalah dunia, pembangunan dunia. Tetapi, sama sekali tidak mengabaikan agama. Ini sangat berbeda dengan sekularisme. Sekularisme hanya mementingkan dunia (saeculum) yang transendental tak ada, tak mendapat tempat.

Ketika mengintrodusir prinsip ”negara sekuler”, yang pertama dilakukan Atatürk adalah membubarkan pengadilan agama pada tahun 1924. Kaum wanita diberikan hak-hak yang lebih memadai, alfabet Barat diperkenalkan untuk menggantikan yang tradisional, dan berbagai perangkat budaya Barat, seperti cara berpakaian, dikampanyekan secara besar-besaran.

Kalau Turki punya Atatürk, India mempunyai Mohandas Kramchand Gandhi (1869-1948) yang juga disebut Mahatma atau Jiwa yang Agung. Gandhi adalah pionir gerakan tanpa kekerasan dan bapak bangsa India yang oleh majalah mingguan Asiaweek terbitan hari ini, 3 Desember 1999, dinobatkan sebagai ”Tokoh Asia Abad Ke-20” kategori kepemimpinan moral dan spiritual.

Suaranya lembut, agak kecil, akan tetapi setiap kata yang diucapkan penuh kejernihan arti. Dengarkanlah apa yang ia katakan pada hari Kamis, 15 Agustus 1947, malam ketika hari pembebasan itu datang di India, negerinya.

”Berkumpullah bersama semua manusia dari semua agama, suku, dan ras India di bawah satu panji, dan pompakan semangat solidaritas dan persatuan untuk mengusir eksklusivisme kelompok dan sentimen-sentimen yang picik dan sempit.”

Tubuhnya kurus dengan pakaian kain putih tenunan kasar yang sering adalah hasil pintalan benangnya sendiri. Kakinya tidak beralas sepatu bagus, tetapi cukup sandal.

Gandhi adalah sebuah nama yang tertanam dalam hati dan pikiran pejuang-pejuang kemerdekaan berbagai bangsa yang terjajah selama sebelum Perang Dunia II pecah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com