Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Solusi Efisien Diplomasi AS-Korut

Kompas.com - 12/08/2009, 06:59 WIB

RENE L PATTIRADJAWANE

KOMPAS.com - Mantan Presiden AS Bill Clinton menghadirkan fenomena baru pola hubungan bilateral Washington- Pyongyang, dalam kunjungannya ke Korea Utara pekan lalu. Keberhasilannya membebaskan dua wartawan AS— yang dihukum 12 tahun kerja paksa karena tuduhan menyusup ilegal—seperti mengembalikan kondisi hubungan AS-Korut pada tahun 1994.

Di bawah Presiden George Bush, wilayah Semenanjung Korea menjadi duri dalam daging upaya membangun regionalisme Asia Timur, ketika tahun 2002 Pyongyang membatalkan perjanjian kerja sama program nuklir dengan AS, mengusir inspektur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) akhir 2002, serta mundur dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir.

Kehadiran Bill Clinton sendiri bisa menjadi faktor penting menuju perubahan status strategis konflik tradisional di Semenanjung Korea. Penguasa Korsel di Seoul, misalnya, menolak melanjutkan taktik garis keras terkait pilihan program nuklir Korut. Penguasa baru di Washington di bawah Presiden Barrack Obama tampak mengembangkan pengaruh dalam waktu dekat menata taktik dan strategi AS di Asia Timur.

Berbagai upaya dilakukan untuk memberikan tekanan kepada Korut, baik melalui pembicaraan enam pihak—melibatkan AS, Korut, Jepang, China, Rusia, dan Korsel—yang selama ini tetap tidak efektif. Setiap tekanan yang dilakukan langsung, reaksi Korut adalah menunjukkan kemampuan strategi dan taktik rudalnya yang selalu mengkhawatirkan banyak negara dan mengganggu stabilitas keamanan kawasan.

Upaya diplomasi pintu belakang yang dilakukan mantan Presiden Clinton menghadirkan realitas baru yang berbeda ketika pembicaraan enam pihak menemui jalan buntu.

Clinton menjadi faktor menentukan untuk berbicara solusi komprehensif Semenanjung Korea, terutama terkait isu persenjataan nuklir, setelah berbagai upaya termasuk tekanan diplomatik dan ekonomi yang lebih keras atas penguasa Pyongyang tidak menghasilkan solusi efisien untuk melanjutkan perundingan. Kenyataannya, strategi agresif Washington mendapat dukungan garis keras Jepang yang selalu risau melihat ancaman dan kemampuan persenjataan rudal Korut.

Kehadiran Clinton di Pyongyang juga memberikan faktor lain, perubahan persepsi pendekatan strategis diplomasi dalam konteks alih generasi Kim Yong Il yang selama ini misterius dan diberitakan sakit. Bagi Korut, kehadiran Clinton sekaligus menjadi panggung diplomasi global bahwa pemimpin paling berkuasa ini masih mengendalikan kekuasaan dan mampu mengambil keputusan politik melepaskan dua wartawan AS.

Kunjungan ini menjadi penting untuk membangun momentum persoalan politik internasional sisa Perang Dingin, sekaligus membangun garis baru hubungan AS-Korut, keluar dari lingkaran persoalan pelik persenjataan nuklir yang selama ini menjadi fokus perhatian negara-negara yang berkepentingan menyelesaikan persoalan Semenanjung Korea.

Diplomasi pintu belakang pertemuan Clinton-Kim ternyata mampu menghadirkan konklusi politik diplomasi penting dalam sejarah pertikaian di Semenanjung Korea. Clinton menunjukkan kemampuan untuk mengulangi inisiasi perdamaian dan rekonsiliasi seperti pernah dilakukannya di Irlandia Utara.

Pertemuan Clinton-Kim menjadi basis penting untuk menata strategi penjajakan baru politik dan ekonomi jangka panjang, terutama menuju terbentuknya stabilitas keamanan bagi perluasan kerja sama regional di kawasan Asia Timur. Pertemuan ini menjadi faktor krusial bagi Korut untuk meluruskan dan meneruskan trayek kekuasaan komunisme ortodoksnya. Bagi AS pertemuan ini menjadi konteks baru membuka dialog yang lebih komprehensif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com