Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanaman Mematikan Serbu Uganda

Kompas.com - 16/03/2009, 11:00 WIB

KAMPALA, KOMPAS.com — Tanaman  liar yang mematikan dan membahayakan manusia, menewaskan ternak, dan mencekik tanaman lain telah menyerbu Uganda, demikian laporan media setempat akhir pekan lalu.
    
Tanaman yang disebut "Congress" tersebut, yang secara ilmiah dikenal dengan nama Parthenium hysterophorus, telah terlihat berkembang biak secara cepat di beberapa tempat, terutama di sepanjang jalan raya di seluruh Uganda, mulai dari Busia sampai Kabale.
    
Dr Gad Gumisiriza, pemimpin proyek penanganan spesies yang menyerbu negeri tersebut, di Kementerian Pertanian, sebagaimana dikutip oleh media milik pemerintah, Sabtu (14/3), Vision, mengonfirmasi bahwa rumput liar itu sejauh ini telah ditemukan sedikitnya di 12 kabupaten.
    
"Ini adalah tanaman liar yang sangat agresif yang perlu ditangani segera. Jika kita menundanya, tanaman tersebut dapat tumbuh dan tak terkendali," kata Gumisiriza, sebagaimana dilaporkan kantor berita China, Xinhua.
    
Daerah yang paling terpengaruh ialah Busiu di sepanjang jalan raya Tororo-Mbale dan kota kecil perbatasan Busia, yang masing-masing menghadapi dua are rumput liar.
    
Daerah lain yang terpengaruh meliputi Karengare di kabupaten Kabale, kota kecil Mbarara, dewan kota kecil Bugembe di Jinja, Ibanda, Namutumba di sepanjang jalan rayat Tirinyi, Busesa di kabupaten Iganga, Namulemba di kabupaten Bugiri dan Taman Nasional Ratu Elizabeth di kabupaten Kasese.
    
Di Kampala dan kota kecil Masaka, sebagian penjual tanaman hias didapati menanam tanaman Congress sebagai tanaman bunga tanpa mengetahui itu adalah spesies asing yang berbahaya. Banyak dukun juga menggunakan tanaman tersebut untuk mengusir roh jahat, kata Gumiriza.
    
Meskipun kelihatan cantik dan beraroma wangi, rumput Congress dilaporkan termasuk di antara 10 jenis rumput liar yang paling berbahaya di dunia. Jika terjadi kontak dengan tubuh manusia, tanaman itu mengakibatkan dampak seperti luka bakar yang bisa membuat kulit terkelupas. Jika serbuk bunganya terisap, dapat mengakibatkan penyakit seperti asma atau gejala seperti influensa yang tak kunjung reda. Hewan yang memakannya dapat menghasilkan susu berbau tak sedap dan bahkan dapat mati.
    
Menurut Gumisiriza, rumput liar tersebut dapat mengurangi produksi jagung sampai 40-60 persen. Tanaman liar itu juga dapat mengurangi jumlah padang rumput hingga 90 persen. Kementerian Pertanian berencana menangani rumput liar tersebut dengan semprotan kimia, mencabutnya sampai ke akar, dan merusaknya untuk membunuh tanaman liar itu.
    
"Kami telah menyiapkan program untuk menyemprot rumput liar di daerah utama. Kami juga telah menghubungi Kenya untuk melihat bagaimana kami dapat menangani rumput liar tersebut di daerah tak bertuan di perbatasan Busia," kata Gumiriza. "Kami akan terus memantau dan menciptakan kesadaran mengenai bahayanya rumput liar itu," katanya.  
    
Tanaman "Congress" diduga masuk ke Uganda dari Meksiko melalui Etiopia dan Kenya. Tanaman  tersebut secara tak sengaja masuk ke Etiopia melalui padi-padian bantuan yang diimpor dari Meksiko selama kelaparan luas yang melanda negara di Tanduk Afrika itu pada pertengahan 1980-an.
    
Rumput tersebut tersebar terutama oleh truk jarak jauh, sungai, aliran air, dan banjir akibat badai. Rumput liar itu dapat tumbuh setinggi orang dewasa dan menghasilkan puluhan ribu benih dalam satu atau dua bulan. Bibitnya tumbuh dengan mudah, tapi jika tanahnya tidak basah benih itu dapat bertahan sampai 20 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com